Ansgarius

Hari minggu adalah hari untuk berhibernasi bagi siapa saja apalagi bagi anak sekolah, tapi lain dengan pemuda yang satu ini. Pemuda dengan rambut kriting dan tampang seram ini tampak terburu-buru. Suara rantai dari sepeda motornya terdengar jelas creek..creek…creek.. sang pemuda sama sekali tak peduli. Dan kita tunggu sebentar lagi akan ada kejadian yang sudah pasti kita duga, mari kita sama-sama hitung mundur 3…2…1 dan….

“Anjriiiit! Pake lepas nih rantai sialan. Nggak tahu apa lagi terburu-buru. Wah motor sialan nggak bisa diajak kompromi!” umpat Endruw sambil mengutak-atik rantai sepeda motornya. Jangan salah sangka, lho, Endruw bukan nama aslinya, itu nama panggilan dari teman-temannya, jangan anggap juga namanya keren kalau tahu kepanjangannya. Jauh dari keren deh, malah serem! Mau tahu? Endruw tuh singkatan dari gENDRUWo, nggak keren kan? Hihihi…

Malang benar nasib sepeda motor Endruw. Seandainya motor itu bisa bicara pasti dia sudah membalas dengan makian yang lebih mantap..”Jangan salahin saya, bung! Kamu sendiri nggak pernah merawatku dengan baik!” Sayang motor itu nggak bisa ngomong dan pasrah menerima umpatan majikannya.



Setelah selesai memasang kembali rantainya, Endruw kembali menggeber Fu**in motorcyclenya, menuju rumah Aldi.

Sesampainya di rumah Aldi, Endruw mengetuk pintu. Tak lama kemudian Mamanya Aldi keluar.

“Oh, nak Angga (nama asli Endruw). Aldinya masih tidur, sebentar saya bangunin dulu,” kata Mama Aldi.

“Nih anak sableng apa ya? Janjian jam delapan, sekarang masih molor!” umpat Endruw dalam hati. Saat itu jarum pendek jam dinding di rumah Aldi menunjuk pukul sembilan lebih dan jarum panjang menunjuk pukul sepuluh. Siapa yang sableng nih?
Mama Aldi masuk kamar anaknya dan mencoba membangunkan anak tercintanya.

“Al..Al.. bangun dicariin Angga, tuh!” kata Mama Aldi sambil menggoyang-goyang tubuh anaknya.

“Hmm…” Aldi tak bergeming.

“Al.. Bangun, dicariin Angga,” kata Mamanya lagi.

“Angga siapa?” kata Aldi.

“Itu Angga,”

“Mama ngibul, ah!” wah nih anak parah, masak mamanya sendiri dikatain ngibul, bisa-bisa jadi Malin Kundang dia.

Akhirnya Mamanya mengibarkan bendera putih alias menyerah, kemudian Mama Aldi menyuruh Endruw masuk dan membangunkan sendiri temannya itu.
Endruw segera masuk kamar Aldi, melihat temannya yang masih lelap itu dia segera mengambil bantal dan membekap muka Aldi. Terang Aldi gelapapan.

“Apa-apaan sih?” umpat Aldi yang masih megap-megap.

“Apa-apaan…apa-apaan! Udah jam berapa, nih?” kata Endruw sambil menunjuk-nunjuk pergelangan tangannya yang tak ada jamnya.

“Mana kutahu, di kamarku nggak ada jam,” kata Aldi santai, merasa tak bersalah.

“Dah hampir jam sepuluh, tolol!”

“Hah! Kamu juga salah! Kenapa baru datang jam segini?” ujar Aldi yang memang berbakat ngeles.

“Udah nggak usah cerewet. Sana buruan mandi!”

“Ya, bentar,”

Aldi kemudian mengambil pakaian dan menuju kamar mandi. Selesai mandi mereka berdua minta ijin dan segera cabut, menuju tempat yang sudah disepakati rekan-rekan lainnya.
Aldi yang membonceng Endruw berkata pada temannya: “Ndruw, nih motor aman nggak? Kok kelihatannya parah gini?”

“Cerewet! Yang penting bisa jalan,” kata Endruw yang masih fokus dengan jalan di depannya. Sementara di belakang mulut Aldi komat-kamit membaca doa supaya selamat sampai tujuan.

Akhirnya doa Aldi terkabul, mereka berdua tiba dengan selamat di tempat yang sudah disepakati, di sana Roni sudah menunggu.

“Gimana sih, Bro! Nggak bisa lebih lama lagi?” kata Roni, yang berbadan besar dan berkulit gelap.

“Sori, Ron. Aldi nih, tadi dijemput masih molor,” kata Endruw dengan tampang tak berdosa.

“Wah, nggak bisa begitu, dong! Kamu sendiri datang ke rumahku jam berapa?” sahut Aldi membela diri.

“Ah, sudah! Sini kunci motornya kupinjam bentar, sekalian STNK.”

“Anak-anak belum datang?” tanya Endruw sembari menyerahkan kunci dan STNK.

“Bentar lagi mungkin,”

“Nah, anak-anak yang lain aja belum datang,” kata Aldi lagi. Dia memang nggak mau disalahkan.

“Anak-anak janjiannya kan jam sebelas, tolol! Kalian langsung masuk aja, main-main dulu,” kata Roni sembari mempersilakan mereka masuk. “Kayak biasa aja, ambil sendiri.”

Mereka memang biasa bermain band di rumah Roni yang kebetulan mempunyai peralatan band komplit. Terang aja komplit, dia buka usaha studio musik, sih!

“Aku cabut dulu, dah ditungguin lama.”

Roni segera menggeber motor Endruw menuju rumah ceweknya.

***

Rika, cewek baru Roni, sedang menunggu di depan rumahnya dengan muka mendongkol. Maklum, janjian sedari jam sembilan tadi, sampai jam sebelas lebih dikit kekasih tercintanya belum datang juga. Saat akan memasuki rumahnya tiba-tiba ada suara motor masuk ke halaman rumahnya. Saat menoleh dia melihat pangerannya datang, tapi pangeran itu tidak datang dengan kuda putih yang gagah dan indah tapi dengan motor model baru tapi kelihatan butut dan jauh dari kesan indah.

“Kamu gimana, sih! Sekarang sudah jam berapa coba?” maki Rika.

“Aduh, maaf, sayang. Yang punya motor tadi datangnya terlambat. Maaf ya, sayang,” rengek Roni sembari berlutut, memohon ampunan.

Melihat pengorbanan kekasihnya yang sampai rela meminjam motor butut entah dari museum mana, hanya untuk mengantarnya membeli buku membuatnya terharu dan melupakan kemarahannya.

“Baiklah, kali ini kumaafkan! Awas kalau terulang lagi!” ancam Rika.

“Terima kasih, sayang,” ucap Roni sembari berkaca-kaca terharu. Duh sampai segitunya, hehe…

Akhirnya mereka berdua memacu sepeda motor Endruw dengan hati berbunga-bunga. Kadang Roni sedikit menggoda pacarnya dan mereka berdua tertawa-tawa. Ah, memang nikmat bila dua anak manusia sedang dimabuk asmara.. tapi akankah kegembiraan ini akan berlangsung lama? Kita lihat saja nanti. Sekarang kita fokus dulu kepada anak-anak yang sedang berjingkrak-jingkrak ria di studio musik Roni. Di sana kini sudah berkumpul lima orang pemuda. Siapa saja mereka? Mari kita lihat lebih dekat. Selain Endruw dan Aldi ada tiga orang pendatang baru, yang pertama orangnya kecil agak gemuk dan berambut agak panjang, maklum anak SMA jadi nggak boleh terlalu panjang, nama si kecil ini Antra. Yang kedua adalah Anton, pemuda jangkung berkaca mata yang sedang memegang gitar, nama akrabnya London, kenapa London? Karena pernah suatu ketika dia memakai pakaian yang niatnya sih gaul tapi malah teman-temannya menganggapnya mirip Gay London. Selain itu, dia juga digosipkan pemilik AIG, tapi bukan AIG sponsor MU itu lho, tapi Anton Indo Gay hihihi.. lanjut, ada satu makhluk lagi yang perlu kita bahas, Fani, dia adalah salah satu teman yang sering dikunjungi rumahnya. Karena apa? Karena di komputernya tersimpan “gituan” yang bujubuneng… seabrek deh!

Suara cempreng Fani, plus betotan bass amburadul dari Antra, plus genjrengan gitar kacau dari Anton London dan Aldi, plus lagi gebukan drum yang liar dari Endruw membuat BYOB dari SOAD yang seharusnya nge-rock abis berubah menjadi nge-roll perut yang mendengarkan musik mereka. Tapi mereka tak peduli, mereka hanya ingin berhead-bang ria. Setelah puas akhirnya mereka berhenti sejenak, keringat mengucur membasahi sekujur tubuh mereka. Mereka berlima duduk-duduk di dalam studio itu dan minum untuk menghilangkan dahaga yang melanda.

“Eh, Ndruw. Motor kamu mana?” tanya Antra sambil mengelap keringat di dahinya.

“Dipinjam Roni, katanya buat nganter Rika beli buku,” jawab Endruw.

“Heh, serius? Roni gila juga mau pinjam motormu. Resikonya gede lho! Apalagi buat pacaran, wah nggak habis pikir,” sahut Anton London.

“Nggak tahu tuh, anak! Yang bisa dipinjam juga cuma motorku, motor kalian kan nggak bisa tadi.”

“Iya juga, sih. Emang tadi Roni jalan jam berapa?” tanya Antra lagi.

“Janjian sih jam sembilan tapi..”

“Kamu datangnya jam sebelas?” sahut Antra cepat.

“Hehehe..”

“Sudahlah paling juga cuma rantai lepas,” kata Endruw yang seolah tak mau ambil pusing.

“Yah kalau cuma lepas! Kalau mogok, terus bengkel jauh, dah gitu mendung gini, hujan turun deras. Dan aku yakin di jok kamu nggak ada jas hujan. Kalau hal ini sampai terjadi, wah, aku nggak bisa bayangin,” kata Aldi. “Tapi buat kamu kelihatannya ada manfaatnya, Ndruw.”

“Apa?” tanya Endruw penasaran.

“Motor kamu akhirnya ada yang menservis haha..”

Akhirnya tawa meledak di ruangan studio itu. Mereka bisa membicarakan nasib Roni sesuka hati, tapi bagaimana dengan nasib Roni sesungguhnya? Mari kita lihat. Roni baru menempuh setengah perjalanan menuju toko buku, tampak masih asyik bermesraan dengan kekasihnya tanpa menyadari bencana yang akan menimpa mereka.
“Lambat banget sih jalannya, Say? Nggak bisa lebih cepat? Keburu hujan, nih!” kata Rika.

“Oh, bisa, kok. Kukira kamu mau menikmati perjalanan kita berdua ini, Sayang,” jawab Roni yang sebenarnya takut untuk menggeber motor Endruw karena rem depan blong, rem belakang terlalu dalam. Dan Roni tahu Endruw kebanyakan lebih sering pakai sistem engine break. Tapi masak dia juga mau pakai cara yang sama dengan teman sablengnya itu.

“Ya, sudah cepat dikit, dong,” kata Rika dengan nada sedikit memerintah.

Akhirnya Roni membulatkan tekad untuk mempercepat laju motornya. Sementara hujan mulai turun sedikit demi sedikit.

“Ok!”

Saat bersiap menaikkan kecepatan tiba-tiba…. belp..belp..belp… motor itu sama sekali tak bertenaga dan mogok dengan sukses.

“Kenapa lagi?” tanya Rika setelah turun dari motor.

“Nggak tahu nih, mungkin bensinnya habis,” jawab Roni yang kemudian membuka jok sepeda motor dan melihat tangki bensin yang ternyata masih penuh.

“Masih penuh gitu!” kata Rika yang sudah mulai jengkel.

“Mmm. Mungkin busi,” kata Roni yang sudah mulai panik dan berkeringat dingin. Dia mencari pembuka busi di jok itu dan hasilnya nihil. Dia tambah panik ketika melihat juga tidak ada jas hujan di sana, padahal hujan sudah mulai turun.

“Jas hujannya nggak ada juga!” sahut Rika yang juga melihat kejanggalan itu. “Ya sudah aku pulang saja naik taksi! Beli bukunya batal!”

“Tapi say…”

“Tapi apa? Pinjam motor sih sah-sah aja, tapi lihat juga motornya dong!” kata Rika yang mulai mencari-cari taksi.

“Tapi..”

“Tapi apa lagi?”

“Tapi uangku kelihatannya nggak cukup buat servis nih motor nanti,” kata Roni memelas.

Rika memandang sebal pada cowoknya, tapi akhirnya dia luluh juga dengan pandangan mata Roni yang seperti Sinchan kalau memelas.

“Nih,” kata Rika memberi selembar seratus ribu. “Tapi besok balikin!”

Akhirnya Roni hanya melihat kekasihnya pergi meninggalkannya dengan taksi pilihan hatinya, hujan pun turun dengan deras mengguyur seluruh tubuhnya yang semakin menambah derita yang dialaminya. Saat melihat motor di depannya Roni hanya bisa berteriak:
“MOTOR SIALAAAAAN!!!!!!”


Nb: cerita ini adalah modifikasi dari cerita yang didasarkan dari pengakuan R yang dengan apes meminjam fu**in motorcyclenya Ap aka S dari negara gawok untuk pacaran, yang akhirnya si R dengan rela harus berjalan-jalan ria sambil menuntun sepeda motor S.

3 Responses
  1. inibisniskoe Says:

    selamat datang di dunia blogger bro..keep posting,tetap semangat....jo lali comment blogku genti yo


  2. ireng_ajah Says:

    jadi inget motorku yang gak terawat..


  3. Anonim Says:

    http://lumerkoz.edu I want to say thanks!, http://soundcloud.com/arimidex recognises http://soundcloud.com/amaryl pmst taboo http://barborazychova.com/members/Buy-Nolvadex.aspx camps http://www.lovespeaks.org/profiles/blogs/buy-valtrex seduces nursingms http://malgorz.com/members/Buy-Augmentin.aspx posed forester